Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun 2021 segera akan dimulai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan pembahasan KEM dan PPKF 2021 ini merupakan bentuk tanggung jawab konstitusi bersama sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Ul J Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD 3. "KEM dan PPKF akan menjadi bahan Pembicaraan Pendahuluan dalam rangka penyusunan Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) nantinya," ujar Said dalam Pengantar Ketua Banggar DPR RI saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Said mengatakan pembahasan KEM dan PPKF tahun 2021 menjadi sangat krusial dan penting, dalam kondisi yang extraordinary di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID 19). "Pandemi COVID 19 telah mengubah perkembangan dan tatanan ekonomi dan sosial di seluruh dunia. Pandemi ini tidak saja dapat membahayakan kesehatan dan jiwa manusia, tetapi juga mengganggu perekonomian dan stabilitas sistem keuangan," ujar Said yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini. Untuk itu, lanjut Said, KEM dan PPKF yang akan menjadi dasar penyusunan RAPBN Tahun 2021 menjadi harapan untuk pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.
Di mana RAPBN tahun 2021 diharapkan dapat menjadi stimulus yang lebih produktif, efektif dan efisien, agar mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan dan perbaikan neraca keuangan pemerintah. Oleh karena itu, menurut Said, upaya Pemerintah dalam menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sektoral dan fiskal yang diarahkan antara Iain untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran, mempercepat pembangunan SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. Termasuk memperkuat peran dan kontribusi sektor UMKM, membangun industri dan domestic supply chain nasional, membangun ketahanan pangan, serta pemerataaan pembangunan antar wilayah.
"Penyusunan APBN 2021 akan sangat tergantung dari keberhasilan pelaksanaan Penanganan COVlD 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sedang dijalankan oleh Pemerintah. Program Penanganan COVlD 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional diperkirakan akan memakan biaya sebesar Rp 905,10 Triliun," ujarnya. Said mengatakan elama penanganan COVlD 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional berlangsung, tidak boleh terjadi bank gagal yang berdampak sistemik, baik bank yang berstatus sebagai anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) maupun Bank non Himbara. "Untuk mendukung keberhasilan tersebut, Lembaga Penjamin Simapanan (LPS) didorong untuk lebih pro aktif, untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipas terjadinya Bank gagal dengan menempatkan dana LPS di Bank bermasalah tersebut," kata dia.
Oleh sebab Itu, untuk memperkuat peran LPS tersebut, perlu disediakan payung hukumnya. Penambahan kewenangan yang diberikan kepada LPS, sebagaimana terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) point c UU No. 2 Tahun 2020. Adapun ketentuan lebih lanjut, mengenai pelaksanaan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan, dalam rangka melaksanakan langkah langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2020.