Ilmuwan Italia mengembangkan model untuk menunjukkan bagaimana radiasi matahari dapat membunuh virus corona Tim astrofisikawan Italia mengungkapkan sinar ultraviolet yang dihasilkan oleh matahari dapat membantu membunuh virus corona. Mereka mengatakan dampak wabah Covid 19 di seluruh dunia mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya seperti itu.
Mereka beralasan, bentuk sinar ultraviolet UVA dan UVB yang lebih dikenal, radiasi matahari mengandung UVC. UVC diketahui memiliki panjang gelombang lebih pendek, lebih energik yang cukup kuat untuk memecah bahan genetik. Untungnya bagi manusia, sebagian besar UVC disaring oleh lapisan ozon.
Namun, tim peneliti dari Institut Nasional untuk Astrofisika di Roma, yang dipimpin oleh Dr Fabrizio Nicastro, menghitung dosis radiasi UVA dan UVB yang mampu menyebabkan kerusakan yang sama pada virus corona seperti ledakan setara dengan UVC. Mereka kemudian membangun model untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh virus di lebih dari 100 negara. Hasilnya bervariasi, tetapi secara umum, dari Januari hingga April 2020 di negara negara antara 40 hingga 60 derajat utara khatulistiwa, paparan sinar UV selama antara 30 menit dan 14 jam sehari diperlukan untuk membunuh 63 persen patogen.
Tim tersebut menilai wilayah itu meliputi banyak daerah. Termasuk daerah yang terdampak parah akibat pandemi seperti Cina, Italia, Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat. Temuan itu mereka terbitkan melalui sebuah makalah di situs pracetak arXiv.org pekan lalu, yang artinya belum ditinjau oleh rekan sejawatnya.
"Di negara negara utara wabah berlangsung dengan tingkat tinggi selama puluhan hari." Mereka menambahkan, hal itu menunjukkan adanya bukti tidak langsung dari evolusi dan kekuatan pandemi mungkin telah dimodulasi oleh intensitas radiasi matahari UVB dan UVA. Para peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah antara 40 dan 60 derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar matahari untuk membunuh virus.
Daerah termasuk Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan Zimbabwe. Dimana daerah tersebut banyak dari pemerintah yang memberlakukan tindakan penguncian yang kurang ketat, dan tingkat infeksi relatif rendah. Namun, tidak semua lokasi selatan berjalan dengan baik.
Brasil telah mengalami tingkat infeksi yang tinggi sejak Maret lalu. Tetapi penelitian itu menunjukkan epidemi berkembang secara efisien di daerah daerah di mana paparan inaktivasi virus UVA dan UVB lebih lama dari 20 menit. Oleh karena itu, mereka menambahkan bahwa itu adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di seluruh dunia.
Termasuk, adanya tanda tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah meningkat karena tingkat paparan UV menurun karena perubahan musim. Profesor Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, Cina timur, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid 19. Banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau membelokkan sinar matahari, dapat memengaruhi pemodelan, katanya
Artinya, tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari berada tepat di atas suatu wilayah. "Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan," katanya. "Aku khawatir sinyal UV, jika itu benar benar ada, akan tenggelam dalam kebisingan," tambah Li.
Beberapa peneliti telah menyarankan perubahan aktivitas matahari dalam beberapa bulan terakhir telah mengurangi jumlah radiasi yang menghantam Bumi, yang mungkin telah berkontribusi pada munculnya dan penyebaran virus. Tetapi Li mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung spekulasi semacam itu dan bahwa ada tanda tanda lingkaran matahari baru akan segera dimulai, jika belum. "Kami berharap aktivitas matahari akan mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga tahun," katanya.