Di tengah kecemasan global tentang wabah virus corona (Covid 19), berbagai upaya pencegahan dilakukan. Salah satu upayanya yakni dengan memperkuat daya tahan tubuh atau imun. Di antara yang dapat dilakukan untuk menjaga daya tahan tubuh adalah berjemur di bawah sinar matahari.
Kegiatan tersebut kini tengah marak dilakukan sejumlah orang di berbagai daerah, seperti Surabaya. Diketahui, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta warganya untuk membiasakan diri berjemur di bawah sinar matahari pada saat pagi dan sore hari. Kebiasaan tersebut sebagai upaya mencegah penularan virus corona.
Menurut Ketua Aliansi Telemedis Indonesia Pumawan, berjemur cukup dilakukan selama 15 menit. “Berjemur itu kita usahakan bukan yang pagi, yang jam 10.00 sampai jam 15.00, cukup 15 menit,” tutur Pumawan di Graha BNPB, Jakarta Timur, Minggu (28/3/2020), dilansir dari Kompas.com. “Jadi itu bukan untuk mematikan virus, tapi untuk meningkatkan daya tahan, imunitas,” imbuh dia.
Kebiasaan berjemur di bawah sinar matahari itu rupanya mendapat sorotan dari budayawan Sujiwo Tejo. Melalui akun Twitternya, @sudjiwotedjo , ia menyebut hikmah di balik pandemi virus corona. Bahkan, Sujiwo Tejo sampai mengucapkan terima kasih.
Sebab, di tengah wabah corona, kini banyak orang semakin rajin berjemur untuk menghindari terinfeksi virus tersebut. Sampai sampai Sujiwo Tejo mengibaratkan Pulau Jawa dengan Pantai Kuta di Bali. Di mana menurutnya, orang orang terlebih para perempuan rela kulitnya 'gosong' demi berjemur.
Dalam cuitannya itu, Sujiwo Tejo juga menyinggung soal iklan. Ia berharap nantinya laki laki tak menjadi korban iklan dan menerima kulit perempuan Jawa seadanya jika wabah virus corona telah berlalu. "Matur nuwun Corona. Berkat dirimu, Nusa Jawa kini jadi Pantai Kuta.
Perempuan2 pada berjemur. Mrk rela kulitnya tak putih lagi seperti model2 iklan. Bila kelak kamu telah berlalu, semoga laki2 di sini tak lg menjadi korban iklan, dan bisa menerima kulit perempuan Jawa seadanya ," tulis Sujiwo Tejo, Senin (30/3/2020). Melansir , hanya ada satu jenis UV yang andal dapat menonaktifkan Covid 19 dan ini sangat berbahaya.
Dan Arnold, bekerja untuk UV Light Technology. UV Light Technology sebuah perusahaan yang menyediakan peralatan desinfektan untuk rumah sakit, perusahaan farmasi dan produsen makanan di seluruh Inggris. Di tengah kecemasan global tentang wabah Covid 19, gagasan tentang mendisinfeksi kulit, pakaian, atau benda lain dengan sinar UV menjadi populer. Di Thailand, sebuah perguruan tinggi dilaporkan telah membangun terowongan UV yang dapat dilalui oleh para siswa untuk mendisinfeksi diri mereka sendiri.
Jadi, apakah ini cara yang baik untuk melindungi diri Anda dari Covid 19? Dan apakah benar sinar matahari bisa membunuh virus corona, seperti yang dilaporkan beberapa media sosial? Singkatnya, tidak. Berikut penjelasannya.
Sinar matahari mengandung tiga jenis UV. Pertama ada UVA, yang membentuk sebagian besar radiasi yang mencapai permukaan bumi. Sinar ini mampu menembus jauh ke dalam kulit dan dianggap bertanggung jawab atas 80 persen penuaan kulit, dari keriput hingga bintik bintik penuaan.
Selanjutnya ada UVB, yang dapat merusak DNA di kulit kita, menyebabkan kulit terbakar dan akhirnya kanker kulit (baru baru ini para ilmuwan telah menemukan bahwa UVA juga dapat melakukan ini). Keduanya cukup dikenal, dan dapat diblokir oleh sunblock yang paling baik. Selanjutnya, ada juga tipe ketiga yakni UVC.
Bagian spektrum yang relatif tidak jelas ini terdiri dari panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dan lebih energik. Sinar ini dapat menghancurkan bahan genetik baik pada manusia atau partikel virus. Untungnya, sebagian besar dari kita tidak mungkin pernah bertemu dengan sinar UVC lantaran telah disaring oleh ozon di atmosfer jauh sebelum mencapai kulit manusia.
Para ilmuwan menemukan bahwa mereka dapat memanfaatkan UVC untuk membunuh mikroorganisme. Sejak ditemukan pada 1878, UVC yang diproduksi secara artifisial telah menjadi metode pokok sterilisasi yang digunakan di rumah sakit, pesawat terbang, kantor, dan pabrik setiap hari. Selain itu, UVC juga digunakan untuk proses sanitasi air minum sebab beberapa parasit resisten terhadap desinfektan kimia seperti klorin.
Meskipun belum ada penelitian yang melihat bagaimana UVC mempengaruhi Covid 19 secara khusus, penelitian telah menunjukkan bahwa UVC dapat digunakan terhadap virus corona lain, seperti SARS. Radiasi UVC mampu melengkungkan struktur materi genetik mereka dan mencegah partikel virus membuat lebih banyak salinan dari diri mereka sendiri. Akibatnya, bentuk UVC sekarang di garis depan dalam pertarungan melawan Covid 19.
Di China, seluruh bus diterangi oleh cahaya biru suram setiap malam, sementara squat, robot pemancar UVC telah membersihkan lantai di rumah sakit. Bank bahkan telah menggunakannya untuk mendisinfeksi uang mereka. Pada saat yang sama, pemasok peralatan UV telah melaporkan rekor penjualan, dan banyak yang segera meningkatkan produksi untuk memenuhi pesanan mereka.
"UVC adalah sinar yang benar benar jahat. Anda tidak boleh terkena itu," kata Arnold. Dia mengataka, diperlukan waktu berjam jam untuk mendapatkan sengatan matahari dari UVB, tetapi dengan UVC dibutuhkan beberapa detik. "Jika mata Anda terbuka, Anda tahu rasanya jika Anda melihat matahari? Seperti 10 kali, hanya setelah beberapa detik," ungkap dia.
Untuk menggunakan UVC dengan aman, Anda membutuhkan peralatan dan pelatihan khusus. Kemungkinan sinar UVA atau UVB dapat mendisinfeksi sesuatu. Tetapi, kita tidak bisa bergantung dengan sinar tersebut.
Di negara berkembang, sinar matahari sudah menjadi cara yang populer untuk mensterilkan air bahkan direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Teknik ini melibatkan menuangkan air ke gelas atau botol plastik bening, dan membiarkannya di bawah sinar matahari selama enam jam. Diperkirakan berhasil karena UVA di bawah sinar matahari bereaksi dengan oksigen terlarut untuk menghasilkan molekul tidak stabil seperti hidrogen peroksida, bahan aktif dalam banyak disinfektan rumah tangga, yang dapat merusak patogen.
Penelitian tentang SARS, kerabat dekat Covid 19 menemukan bahwa mengekspos virus ke UVA selama 15 menit tidak berdampak pada seberapa infeksi itu. Namun, penelitian ini tidak melihat paparan yang lebih lama, atau UVB, yang diketahui lebih merusak bahan genetik. Sebaliknya, virus lain mungkin bisa, contoh flu.
Ketika para ilmuwan menganalisis catatan rumah sakit di Brasil, mereka menemukan bahwa jumlah kasus flu cenderung meningkat ketika ada lebih banyak asap di atmosfer dari kebakaran hutan sehingga berkurangnya sinar UV. Studi lain menemukan bahwa semakin lama partikel flu terpapar sinar matahari dan semakin terkonsentrasi, semakin kecil kemungkinannya untuk tetap menular. Sayangnya, penelitian itu mengamati flu yang melayang di udara, bukannya mengering pada benda.
Sementara itu, tidak ada yang tahu berapa lama untuk menonaktifkan Covid 19 dengan sinar matahari dan seberapa kuat sinar UV yang dibutuhkan. Semua ini berarti bahwa menggunakan sinar matahari untuk mendisinfeksi permukaan untuk mencegah virus corona masih belum bisa dipertanggung jawabkan. Selain itu, mendisinfektan kulit dengan segala jenis UV akan menyebabkan kerusakan, dan meningkatkan risiko kanker kulit.