Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan banjir pesisir yang melanda Manado, Sulawesi Utara pada Minggu (17/1) kemarin bukanlah tsunami. Melainkan peristiwa naiknya air laut, yang merupakan salah satu kejadian cuaca ekstrem. "Peristiwa naiknya air laut yang menyebabkan banjir terjadi di Pesisir Manado kemarin merupakan salah satu kejadian cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Indonesia," kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/1/2021).
Atas hal itu, masyarakat diminta tak panik dan tak perlu pergi mengungsi. BMKG tetap mengimbau masyarakat terus memantau perkembangan informasi cuaca terkini. "Jadi masyarakat tidak perlu panik dan tidak perlu mengungsi, tapi tetap waspada dan terus memantau serta memperhatikan update informasi cuaca terkini dari BMKG," ujarnya.
Dijelaskan Eko, peristiwa banjir pesisir bisa terjadi karena pengaruh angin kencang dengan kecepatan maksimum 25 knot yang berdampak pada peningkatan tinggi gelombang laut, di perairan utara Sulawesi Utara, Perairan Kepulauan Sangihe Kepulauan Talaud, dan Laut Maluku bagian utara dengan ketinggian gelombang 2,5 4,0 meter. Selain itu, kejadian itu juga dipicu pengaruh kondisi pasang air laut maksimum di wilayah Manado. Berdasarkan data, peningkatan pasang maksimum harian menunjukan tinggi 170 190 cm dari rata rata tinggi muka air laut (Mean Sea Level) pada pukul 20.00 21.00 WITA.
Berdasarkan analisis gelombang, diketahui bahwa arah gelombang tegak lurus dengan garis pantai sehingga dapat memicu naiknya air ke wilayah pesisir. "Akumulasi kondisi di atas yaitu gelombang tinggi, angin kencang di pesisir dan fase pasang air laut maksimum yang menyebabkan terjadi kenaikan air laut sehingga mengakibatkan banjir yang terjadi di Manado," jelas dia. "Karena itu kami mengimbau masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir selalu mewaspadai ancaman bahaya pesisir ketika fase pasang air laut berbarengan dengan gelombang tinggi," pungkas Eko.