Beberapa waktu belakangan cukup banyak beredar kabar terjadinya kasus penipuan open trip yang dilakukan travel agent. Salah satu yang terbaru adalah kasus Easy to Holiday yang hingga kini pengelolanya masih menghilang. Open trip bermasalah seperti ini tidak hanya sekali terjadi.
Tak sedikit dari open trip bermasalah yang berujung pada kerugian peserta, mulai dari materil hingga emosional. Sistem kepercayaan antara wisatawan dan penyelenggara wisata saja memang tidak cukup untuk bisa jadi jaminan liburan akan berjalan dengan lancar. Maka dari itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tips memilih open trip khususnya agar meminimalisir kemungkinan penipuan.
Salah satu yang paling penting adalah memperhatikan lisensi yang dimiliki para travel agent atau penyelenggara open trip terpercaya. Berikut tips memilih agar tidak tertipu open trip yang bermasalah. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno, sistem open trip jadi bermasalah karena biasanya yang mengadakan adalah perorangan. Orang orang tersebut biasanya tidak punya lisensi yang membuat mereka tidak memiliki badan hukum resmi yang bisa melindungi dalam penyelenggaraan open trip.
"Cek lisensi bisa ke asosiasi. Karena kalau tidak ada lisensi resmi, kita enggak pernah tahu orangnya (penyelenggaranya) siapa," ujar Pauline. "Mereka malah jadi seperti calo, yang bisa mengambil promosi dari OTA tapi pas akan berangkat ternyata promosinya enggak ada, pasti enggak benar," lanjutnya. Sistem open trip memang berbeda dengan sistem yang ada di travel agent konvensional.
Menurut Pauline, penyelenggara open trip tidak memiliki akses untuk melakukan block seat tiket yang bisa berakibat pada habisnya kuota tiket murah yang awalnya sudah ditawarkan open trip. "Mereka menawarkan harga promo, bergantung pada promosi dari OTA dari agen travel," kata Pauline. "Mereka kumpulkan orang dan biaya dulu, ibaratnya menjual lebih dulu tapi tidak modal untuk memesan duluan.
Hal itu bermasalah ketika akan berangkat lalu harga berubah," lanjutnya. Menurut Ketua Dewan Penasehat Indonesia Tour Leader Association (ITLA ) Rudiana, open trip adalah perjalanan oleh orang yang memesan destinasi sendiri, tetapi tiket dan akomodasinya sudah ada. Tidak bergantung dengan grup yang selama ini jadi sistem yang berlaku di paket perjalanan konvensional. Hal ini menyebabkan tidak bisa diprediksinya sistem kerja di open trip.
Selanjutnya, wisatawan juga dianjurkan untuk memilih travel agent yang sudah bergabung dengan asosiasi seperti Astindo. Hal ini membuat rekam jejak travel agent tersebut bisa dengan mudah dipelajari dan diawasi. "Teliti sebelum membeli. Artinya jangan mudah percaya untuk penawaran open trip yang sumbernya tidak jelas, apalagi tanpa menggunakan travel agent terpercaya, fatal akibatnya,” ujar Rudiana.
Menurutnya, jika nanti kinerja tour leader yang tergabung dalam ITLA kurang baik, kasusnya akan beredar cepat dan ditangani asosiasi. Namun kasus akan sulit untuk ditangani jika penyelenggara trip tidak bergabung dari asosiasi mana pun. Langkah pencegahan selanjutnya adalah hanya mentransfer dana perjalanan ke rekening perusahaan.
Kemudian para calon wisatawan juga bisa membandingkan harga paket yang ditawarkan oleh penyelenggara open trip. Biasanya orang tertipu karena iming iming harga paket yang jauh lebih murah dari harga pasaran. Namun sebenarnya, itu bisa jadi bumerang. "Membandingkan harga juga perlu. Bandingkan dengan harga yang ada di OTA atau travel agent lain. Jika range nya jauh berbeda, misal sampai jutaan ya sudah pasti palsu," katanya.
"Misal ke Korea biasa paket delapan juta. Ini dia menawarkan hanya empat juta, jelas enggak mungkin," lanjutnya. Harga open trip yang lebih murah memang wajar. Menurut Rudiana, hal tersebut bisa terjadi karena penyelenggara memutuskan sendiri dan menyesuaikan budget.
Selain itu open trip juga seringkali bergantung pada promo besar yang bisa sangat mengurangi harga. Namun begitu, kasus penipuan open trip memang kadang sulit untuk dihindari. Maka dari itu, jika kamu mengalaminya, maka korban penipuan harus mau memproses kasus tersebut agar nantinya tidak ada lagi kasus yang sama yang dilakukan oleh orang yang sama. Selain itu, penting juga untuk menyimpan semua bukti yang berhubungan dengan open trip. Mulai dari bukti percakapan hingga transfer dana.
Hal ini agar bukti bukti tersebut bisa digunakan sebagai alat hukum dalam kasus penipuan.